Ketenangan ditemukan saat kita dapat berdamai dengan keadaan. Saat semuanya terasa sulit digapai, saat segala hal mustahil untuk dicapai, saat segala usaha telah usai, tenang akan membawa damai.
Tak terasa, masa hingar bingar dan perdebatan akan siapa yang lebih unggul akan segera usai. Semuanya telah dilakukan dan dikerjakan semaksimal mungkin. Segala daya dan upaya sudah dikerahkan.
Tak sedikit pertemanan dan persahabatan renggang karena perbedaan yang meruncing akan kefanatikan. Semua seakan sudah banyak berkorban.
Tak sedikit pula yang lantas menumpahkan segala emosi dan panas hati pada pasangan
Tak sedikit yang masih mencerca pada detik-detik terakhir perhelatan, bahkan memasuki masa tenang seolah segala persepsi masih saling memengaruhi, melupakan orang-orang disekitar yang bersinggungan, mengatasnamakan kepedulian mengesampingkan bahwa setiap mereka memerlukan kejernihan pikiran dan hati yang tenang.
Tak sedikit serang menyerang antar pendukung berakhir pada luka yang mendalam. Darah tertumpah mengatasnamakan kesetiaan, pembelaan sampai titik darah penghabisan, lupa bahwa ini bukanlah perang, lupa bahwa ini bukanlah permusuhan.
Lantas, apa yang didapatkan dari ini semua?
Kebanggaan akan sebuah solidaritas atau kebanggaan akan sebuah loyalitas dan pengabdian. Pada siapa?
Bukankah kita semua tercipta dengan segala perbedaan, belum cukupkah kita menyadari untuk saling memahami ini?
Lantas mengapa masih saja dipersoalkan?
Pantaskah berkorban hingga berdarah-darah seolah tak pernah mengenal satu sama lain?
Cukup. Sudah cukup, sampai di sini. Biarkan ketenangan merajai segala hari yang sudah terlewati. Biarkan tenang menguasai hati dan pikiran, untuk setiap mereka dapat mulai mengerti dan memahami akan apa yang hendak mereka lakukan esok hari.
Damaikan bumi dalam perbedaan yang menghiasi. Pastikan esok melangkah pasti dengan berani. Saatnya berjabat tangan merangkai hari.