Hutan Pinus Jogja

Masuk hari ketiga bulan Februari, setumpuk kegiatan yang mendadak disko ini mengajak untuk berdansa tanpa henti. Bersyukur selalu diberikan kesehatan jasmani dan rohani hingga hari ini.

Disuatu senja aku pergi bersama tiga temanku dengan sepeda motor menuju Jogja lantai dua. Kali ini tujuannya adalah hutan pinus. Banyak orang tentunya sudah mengenal lokasi ini. Seringkali banyak yang datang untuk sekadar mengabadikan moment bersama dalam sebuah foto. 

Untuk menuju Hutan Pinus aku dan teman-teman memilih jalur imogiri yang menanjak searah makam raja-raja Imogiri. Ambil jalur kanan menanjak. Lama perjalanan dari pusat kota Jogja hingga sampai hutan pinus kurang lebih satu jam. Mengingat kondisi jalanan Jogja yang mulai padat dan setiap liuk tanjakan tajam untuk sampai Hutan Pinus. Apalagi hujan sempat merajai perjalanan kami berkendara beriringan. Masing-masing mengendarai sepeda motor, hanya aku yang membonjeng salah satu dari ke tiga motor yang ada.

Pukul setengah enam kami tiba di lokasi, yang mulai sepi tak ada pengunjung. Bahkan penjual pun sudah pulang. Salah satu temanku Bagus menanyai penjaga di sana, untuk memastikan tempat kami bermalam dan mendirikan tenda. Kata Bagus, kami diijinkan untuk mengakses area untuk kemah, namun jika hujan kami boleh memakai pendopo. Petang itu rintik hujan seakan enggan berganti. Dan kami lihat area kemah pun tidak cukup nyaman untuk kami mendirikan tenda, sehingga kami memutuskan untuk bermalam di pendopo. Lumayan gumamku dalam hati sebelum besok pagi berkegiatan, cukup nyamanlah untuk meluruskan tubuh dan memejamkan mata.

Aku dan teman-teman segera berkemas karena barang bawaan yang cukup lumayan banyak. Menata satu persatu tas-tas dan peralatan yang kami bawa untuk outbond besok pagi. Setelah selesai menata semua barang bawaan, aku segera mengecek hp dan horee… tak ada sinyal kudapatkan di sana. Sontak teman-teman menertawaiku. Huh! Sial, gumam ku. Imam temanku nampak sibuk menata hammock tempat tidurnya. Baru juga sampai, sudah mau tidur saja, pikirku.

Jadi buat kalian yang mau bermalam di Hutan Pinus, kalian harus siapkan logistik untuk bekal dan juga sinyal. Untuk provider yang bisa diakses hanya ada satu saja. Telkomsel tentunya masih merajai untuk urusan persinyalan ini. Aku beruntung karena menggunakan salah satu provider itu, dan atas ide temanku Bagus. Akhirnya aku dapat santunan pulsa untuk menjadi modem bagi semuanya. Inilah kebersamaan kami. Aku, Bagus, Imam dan Pay. Ya tentu saja aku satu-satunya perempuan diantara tiga lelaki ini.

Saat kami duduk sambil minum kopi, tertawa dan bercerita. Aku mendengar suara lain, yang kutanyakan ke mereka. Apakah ada yang mendengar suara semacam berkata “lobakk..” tak ada yang menjawab, sesaat kemudian. Pay berkata, skip aja skip dah. Lalu kami melanjutkan obrolan dan cerita. Tak ada pengunjung lain. Dan penjaga sudah pulang, itu berarti tak ada orang lain selain kami. Hujan pun turun membasahi hutan pinus malam itu. Nampak suara bercakap-cakap ada diujung sebelah. Imam temanku segera mengambil jas hujan berjalan mendekati memastikan mereka. Dan ternyata ada dua penjaga malam katanya.

Hujan mereda, ke tiga temanku hendak turun ke warung yang jaraknya lumayan lah. Bagus ingin mencari sinyal, Imam dan Pay bertugas membeli pulsa untukku. Tadinya aku ragu untuk ditinggal sendirian, namum karena aku sedang memasak untuk makan malam. Ya sudah, mau tak mau dengan segala keyakinan tinggalah aku sendirian. Sudah biasa sendiri sih, tapi di Hutan, baru kali ini. Dan aku selalu berpesan pada mereka untuk cepat kembali, jangan lama-lama. Kupastikan sambil melototin mereka satu persatu, dengan santai sambil ngeloyor mereka tertawa dan bilang iya iyaa… Tenang ajaa, cuma sebentar kok!

Aku sibuk memasak air dan mie untuk makan malam. Pikirku masak yang mudah dan cepat saja, sambil menyiapkan sosis sebagai toping. Sesekali menoleh ke belakang, ke samping kiri dan kanan. Berusaha tetap tenang namun hati enggak bisa menahan degub jantung yang tetiba berdebar kencang seolah tak nyaman.

“Buat acara besok pagi, mbak?” Terdengar suara laki-laki membuatku kaget, dengan cepat aku membalik badan menuju sumber suara.

“Iiiyaa mas.” Tergagu aku menjawab sambil mengawasi lawan bicaraku dengan seksama. Pemuda berambut panjanv sebahu, dengan jaket hitam dan tatap mata yang tajam.

“Gimana ya mas, ada apa? Maaf, mas siapa ya?” Pertanyaanku memburu seperti peluru ingin tau, sambil berkata dalam hati Tuhan jagain aku, teman-teman cepatlah kemari.

“Oh, enggak apa cuma nanya saja, enggak tau kan ya nanya mbak, saya yang jaga di sini.” Katanya sambil berjalan melewati pandanganku.

“Mari, mbak…”

“Oh yaa mas, monggo…” Kujawab cepat, sambil memastikan jalannya yang menjauh dariku.

Sesaat kemudian, temanku datang. Tanpa diminta aku langsung nerocos ke mereka.

“Kalian, luamaa sekali, duh itu tadi ada mas mas nanyain aku, bilang nya yang jaga di sini.”

Teman-teman sempat diam, dan lalu tertawa. Sial, umpatku dalam hati. Lalu kami pun menyantap makan malam bersama. Sembari bercerita untuk mencairkan suasana.

Kenyang dan mulai ngantuk, membuatku dan teman-teman undur dari satu persatu. Bagus dan Imam meringkuk dalam hammock berseberangan. Pay dipojokan sejajar dengan hammock Bagus. Dan aku berubah menjadi kepompong dalam sleeping bag yang selalu kubawa.

Pagi jam setengah empat aku terbangun lagi-lagi dengar suara yang berisik. Serombongan datang sepagi ini, pikirku dalam hati. Masih meringkuk dalam SB. Berat mata terbuka kupilih untuk melanjutkan tidur. Sampai akhirnya benar-benar bangun pada pukul lima pagi. Disusul Pay dan kemudia Bagus dan Imam baru terbangun pukul enam. Pak  Darso, penjaga malam yang menyambut kami kemarin sudah sibuk dengan sapu lidinya. Sambil menyapa ramah kami.

“Tadi pagi terganggu ya mbak, karena ada rombongan datang.”

“Iya pak, saya dengar suara bercakap-cakap tadi pagi cuma ga nengokin sih pak.” Jawabku

“Oh ya pak, semalam ada pejaga yang di sini ya.” Tanyaku ingin tau dan memastikan

“Lho, ya saya ini pejaga di sini mbak, dan pulang setelah mbak dan rombongan tiba di sini kemarin.” Jawab Bapak penjaga sambil berjalan dan menyapu halaman.

Aku hanya terdiam dan memandangi teman-teman secara bergantian. Ku ambil handuk dan bergumam… Syalalala…. Kuputuskan untuk mandi dan melupakan apa yang terjadi.

 

Ada hal yang kita tau namun tak nyata. Biarkan mereka dan kita yang tau. Tuhan menjagaku. 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.