Hari sudah berganti, hiruk pikuk hingar bingar kemeriahan pesta demokrasi telah usai. Menyisakan wajah-wajah lelah bercampur bahagia menanti siapa pemilik suara terbanyak negri ini, meski tak sedikit pula yang masih menebarkan aroma perselisihan saling caci.
TPS yang semula menjadi Tempat Pemungutan Suara kini berubah menjadi Tempat Penyumbang Sampah. Adakah yang mengerti? Apa yang telah ditinggalkan dalam setiap kali pesta ini berakhir? Yaa, menyambut hari bumi tahun ini, membuatku selalu merenung dan mengoreksi diri. Banner, spanduk, kertas suara yang rusak, dan sebagainya. Setelah pemilu usai, benda-benda itu menjadi sampah. Lantas apakah ada yang peduli setelah pesta berakhir? Lagi dan lagi, sebuah tanya yang terus menghantui. Setiap perbuatan manusia haruskah alam yang menjadi korban terbesarnya? Menjadi hal yang seharusnya mulai dipikirkan bersama, setiap lima tahun sekali berapakah sampah yang disumbangkan oleh mereka yang katanya calon wakil rakyat.
Segala atribut mereka yang sekali pakai, apakah sudah dikelola dengan baik? Atau hanya menjadi tumpukan sampah dalam gudang? Yang berakhir dalam sebuah Tempat Pembuangan Akhir.
Mungkin bukan aku saja yang tergelitik dengan segala macam hingar bingar ini, ya sebuah pesta yang identik dengan kemeriahan, yang identik dengan segala macam sampah yang dihasilkan kemudian. Namun tak banyak yang mau peduli.
Adakah mereka yang berpesta dengan cara sederhana? Adakah yang benar-benar memikirkan dari awal hingga akhirnya? Bahkan sampai ke dampak paling besar untuk alam tempat mereka berpijak.
Jadilah peduli bukan hanya sekadar penikmat pesta besar negri ini. Tanpa ada kelestarian alam sesungguhnya tak akan ada lagi tempat untuk berpijak di kemudian hari. Selamat menyongsong hari bumi.