Dia Yang Namanya Tak Boleh Disebut

Ilustrasi from google

 

Dia yang namanya tak boleh disebut, masih terus membuatku terpaku. Tak ada hal lain selain dia. Entah mengapa, dia menjadi sesuatu yang memesona tanpa bertatap muka. Dia yang mengisi hari-hariku belakangan ini, membuatku tak bisa berhenti tuk memikirkannya.

Dia yang aku kenal melalui dunia yang tak pernah nyata, di sebuah akun media sosial yang kala itu aku iseng membuatnya hanya untuk sekadar pelarian di kala penat. Lima tahun yang lalu aku mengenal dia. Awalnya hanya bertegur sapa dan menjadi kebiasaan untuk chat meski tidak setiap malam namun paling tidak satu minggu sekali aku dan dia chat untuk sekadar menyapa. Kebiasaan ini berlangsung selama 2 tahun. Kalau senggang dia atau aku akan chat malam hari, namun kalau sibuk aku dan dia akan berkabar melalui email.

Tahun tahun berikutnya hanya dia yang bisa menghubungiku. Oh sungguh rasanya tak adil. Namun entah mengapa setiap kali ada rindu yang melanda, tetiba saja dia menghubungiku seolah semesta menyampaikan kabar ke dia kalau aku rindu. Tahun berikutnya pula chat dan email sudah tak pernah lagi kami pakai. Kami saling bertukar nomer hp.

Suatu ketika aku ingat, kala dia menghubungiku melalui telfon, dia memintaku bernyanyi. Dia bilang dia suka dengar aku bernyanyi kala itu. Dia suka tipe suaraku dan tanpa ragu dia pun selalu memintaku untuk bernyanyi. Bahkan dia juga sering mengomentariku dalam bernyanyi berlaga seperti komentator dalam event audisi. Tak hanya berkomentar tapi dia mengajariku bernyanyi dengan rasa nyaman yang aku punya. Meski tak untuk menjadi penyanyi setidaknya aku dapat bernyanyi untuk dia dan membuat dia bahagia.

Dia yang tak pernah bisa kuduga apa isi hati dan pikirannya. Bertemu saja belum pernah sama sekali. Namun dalam suatu pembicaraan dengannya kala itu, kami pernah bilang untuk tidak menjadi nyata, cukup seperti ini, berteman dan saling jaga. Meski aku tak pernah bisa untuk menghubungi dia, aku terima saja. Pernah suatu ketika aku hubungi dia dengan nomer terakhir yang aku punya, namun tak pernah tersambung, pesan yang aku kirim pun tak pernah sampai. Jadi ya, aku hanya berharap tanpa harus berharap lebih. Bisa jadi, dia tak akan pernah menghubungiku lagi.

Kalau di tanya soal hati, dulu sempat terbawa perasaan. Namun lama-lama aku menjadi terbiasa tanpa harus melibatkan perasaanku. Aku dan dia tak pernah membahas soal pribadi, hanya membahas topik yang penting. Penting dalam arti kata sedang ramai diberitakan media atau menjadi bahan obrolan dunia. Topik tentang sosial, ekonomi, politik, pendidikan juga sejarah selalu menjadi tema perbincangan ku dan dia. Kalau pun ada soal pribadi yang di tanya itu hanya soal kabar dan apa yang sedang dikerjakan. Aku senang setiap kali dia menghubungiku. Aku seperi mendapatkan teman untuk berbincang dan belajar. Tak pernah ada rasa yang terbawa meski makin hari berganti bulan dan tahun membuat kami semakin dekat, seperti kami sudah pernah bertemu dan mengerti tabiat masing-masing.

Dia pernah mengirimiku foto gambar dirinya. Meski aku tau dalam beberapa akun dunia maya yang dia punya tak pernah ada identitas asli. Nama bahkan foto yang terpasang bukan yang sebenarnya. Semua tersamarkan. Sedikit beda dengan ku, ada satu akun yang memang berisi tentang diriku yang sebenarnya. Sedangkan yang lain tak pernah benar-benar asli. Belakangan ini hari-hariku banyak terisi dengan dia. Dia yang namanya belum bisa aku sebut dalam tulisanku.

Ilustrasi From google.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.